Sejarah Kota Surabaya

Tahukah anda bahwa hari ini, tanggal 31 Mei adalah Hari Ulang Tahun Surabaya? bagi warga surabaya mungkin sebagian besar mengetahui nya karena setiap bulan menjelang hari Ultah Surabaya digelar berbagai acara menyambut HUT Surabaya. Pada Tahun ini Surabaya memperingati HUT yang ke 718. Dan saya walaupun bukan orang yang lahir di Surabaya telah sedikit banyak menyukai Surabaya dan berbagai seluk beluknya :D. Untuk itu saya akan menuliskan sejarah Surabaya yang saya kutip dari berbagai sumber, untuk memperingati HUT Surabaya ke 718
Sejarah Surabaya
Surabaya secara resmi berdiri pada tahun 1293. Tanggal peristiwa yang diarnbil adalah kemenangan Raden Wijaya, Raja Pertama Mojopahit melawan pasukan Cina.
 
Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak lama. Saat Itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya.
Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kernerdekaan. Puncaknya pada tanggal l0 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu rnenjadi sirnbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap Tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan.
Hingga saat ini bekas-bekas masa penjajahan terlihat dengan masih cukup banyaknya bangunan kuno bersejarah di sini.
Asal kata “SURABAYA” dan Simbol “SURA” dan “BAYA”

Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasati tersebut terungkap bahwa Surabaya (churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Brantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.

Surabaya (Surabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Prapanca tentang perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1365 dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris terakhir).
Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (prasasti Trowulan) & 1365 M (Negara Kertagama), para ahli menduga bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tsb.

Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh.

Versi lain mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon setelah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah kraton di Ujunggaluh, dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kesaktian dilakukan di pinggir Sungai Kalimas dekat Paneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga.

Kata “Surabaya” juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya).
Supaya tidak menimbulkan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas kesepakatan sekelompok sejarawan yang dibentuk oleh pemerintah kota bahwa nama Surabaya berasal dari kata “sura ing bhaya” yang berarti “keberanian menghadapi bahaya” diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.
Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan sura dan buaya terdapat banyak sekali cerita. Salah satu yang terkenal tentang pertarungan ikan sura dan buaya diceritakan oleh LCR. Breeman, seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918.
Masih banyak cerita lain tentang makna dan semangat Surabaya. Semuanya mengilhami pembuatan lambang-lambang Kota Surabaya. Lambang Kota Surabaya yang berlaku sampai saat ini ditetapkan oleh DPRS Kota Besar Surabaya dengan Putusan no. 34/DPRDS tanggal 19 Juni 1955, diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I. No. 193 tahun 1956 tanggal 14 Desember 1956 yang isinya :
1. Lambang berbentuk perisai segi enam yang distilir (gesty leerd), yang maksudnya melindungi Kota Besar Surabaya.
2. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putera-puteri Surabaya dalam mempertahankan Kemerdekaan melawan kaum penjajah.
3. Lukisan ikan Sura dan Baya yang berarti Sura Ing Baya melambangkan sifat keberanian putera-puteri Surabaya yang tidak gentar menghadapi sesuatu bahaya.
4. Warna-warna biru, hitam, perak (putih) dan emas (kuning) dibuat sejernih dan secermelang mungkin, agar dengan demikian dihasilkan suatu lambang yang memuaskan.
Selengkapnya »

Centennial Light, lampu tertua di Dunia yang masih menyala

Centennial Light pada Departemen Kebakaran Livermore, California

Tahukah anda bahwa bohlam lampu tertua di muka bumi ini yang masih menyala selama 109 tahun? Centennial Light namanya. Lampu ini terpasang pada Livermore-Pleasanton Fire Department, Dinas Pemadam Kebakaran Livermore California. Karena usianya yang panjang lampu ini mencatatkan record pada Guiness Book of World Record, Ripley's Believe It or Not!, dan General Electric
 
Centennial Light adalah lampu 4 Watt, buatan tangan, filamen terbuat dari karbon, yang diproduksi oleh Shelby Electric Company di Shelby Ohio USA pada akhir 1890 an. Lampu ini hanya beberapa kali saja dimatikan.Menurut Bernal Zylpha Beck., bohlam disumbangkan ke Departemen Kebakaran oleh ayahnya,
Dennis Bernal tahun 1901. Bernal adalah pemilik Livermore Power and Water Company yang menyumbangkan bohlam ke stasiun api saat dia menjual perusahaan. Cerita itu telah didukung oleh para sukarelawan pemadam kebakaran pada zaman itu

Bukti menunjukkan bohlam telah digantung di setidaknya empat lokasi. Awalnya digantung pada tahun 1901 di sebuah rumah kereta selang L Street, kemudian pindah ke sebuah garasi di pusat kota Livermore digunakan oleh departemen kebakaran dan polisi. Kemudian Departemen Kebakaran mendirikan sendiri gedungnya


Pertama kali lampu itu ditemukan oleh reporter Mike Dunstan tahun 1972. Setelah beberapa minggu mewawancarai beberapa orang yang telah menghabiskan hidupnya di Livermore. Dia menulis "Light Bulb May Be World's Oldest" yang dipublikasikan pada Tri-Valley Herald. Duncan kemudian mengontak Guiness Book of World Record  Ripley's Believe It or Not!, dan General Electric untuk mengakui keberadaan lampu bohlam tertua tersebut.

Pada tahun 1976 Departemen Kebakaran berpindah kantor ke Fire Station dan berikut bohlam lampu tersebut. Pada tahun 2001  Centennial Light merayakan ulang tahunnya yang ke 100!! Dan sampai sekarang ada banyak sekali majalah dan televisi meliput tentang keberadaan Centennial Light ini. Dan bahkan, lampu ini memiliki situs sendiri yaitu www.centennialbulb.org
Selengkapnya »

YKK, merek resleting

Pada beberapa hari yang lalu saya sedang mengutak atik resleting Jacket. Nhah yang bikin penasaran dari kecil sampai sekarang adalah kenapa kebanyakan resletingnya itu ada tulisan YKK, dan tentu saja banyak dari anda mengalami hal ini :D. Dan postingan berikut akan sedikit menjelaskan apa sebenarnya YKK

 
resleting YKK

YKK Group
YKK Corporation adalah grup perusahaan Jepang yang memproduksi produk metal nonbesi, dan terutama dikenal sebagai produsen ritsleting terbesar di dunia. YKK adalah merek dagang terdaftar sekaligus singkatan dari Yoshida Kogyo Kabushiki Kaisha. Grup ini juga memiliki perusahaan YKK AP yang memproduksi bahan bangunan. Kantor pusat berada di distrik Chiyoda, Tokyo.
Grup YKK sekarang memiliki sejumlah 132 perusahaan yang tersebar di 60 negara dan teritori, dengan total pabrik dan kantor di sejumlah 672 lokasi. Total jumlah pegawai adalah 41 ribu orang, dengan perincian 18 ribu di Jepang dan 23 ribu di seluruh dunia (data 31 Desember 2006). Grup YKK terdiri dari tiga bidang usaha: produk pengancing/ritsleting, produk bahan bangunan, dan enjiniring mesin. Perusahaan yang berada di bawah grup YKK dikelompokkan menjadi 6 kelompok berdasarkan lokasi geografis: Jepang, Asia Timur, ASEAN-Asia Selatan-Oseania, Eropa-Timur Tengah-Afrika, Amerika Utara-Amerika Tengah. dan Amerika Selatan.
Di Indonesia, Grup YKK memiliki PT YKK Zipper Indonesia, PT Andityawarman, PT YKK Zipco Indonesia, dan PT YKK Fasco Indonesia. Jumlah pabriknya di Jabotabek sekitar 10.

Sejarah

Pada bulan Januari 1934, Tadao Yoshida mendirikan perusahaan bernama San-es Shōkai di Higashi Nihonbashi, Tokyo. Perusahaan ini bergerak di bidang produksi dan penjualan ritsleting. Pada bulan Februari 1938, San-es Shokai berganti nama sebagai Yoshida Kōgyōsho, dan diubah menjadi perseroan terbatas pada bulan Februari 1942.
Pada bulan Mei 1945, pabrik habis terbakar ketika terjadi Serangan Udara atas Tokyo dalam Perang Dunia II. Setelah membeli bengkel besi Uozu Tekkousho K.K. di kota Uozu, Yoshida Kōgyōsho berganti nama menjadi Yoshida Kōgyō Kabushikigaisha. YKK dijadikan sebagai merek dagang Yoshida Kogyo Kabushikigaisha sejak bulan Januari 1946.
Pada tahun 1951, kantor pusat dipindahkan dari Higashi Nihonbashi, Tokyo ke Nihonbashi Bakuro-chō, distrik Chuo, Tokyo. Pabrik YKK di kota Kurobe, Prefektur Toyama dibuka pada bulan Mei 1955. Pada tahun ini pula, YKK memperkenalkan produk baru merek Conceal yang tidak memperlihatkan gigi ritsleting. Sesudah itu, bulan Agustus 1958, kantor pusat dipindahkan ke Asakusa Kaminarimon, di distrik Taito, Tokyo.
Pada November 1959, YKK mendirikan anak perusahaan di Selandia Baru. Perusahaan ini didirikan untuk memproduksi dan memasarkan ristleting di Selandia Baru, dan sekaligus merupakan perluasan usaha YKK yang pertama di luar Jepang. Di Amerika Serikat, YKK membuka kantor pertamanya pada tahun 1960. Selanjutnya, YKK mulai memproduksi dan memasarkan produk bahan bangunan dari aluminum sejak bulan November 1961.
Kantor pusat di lokasi yang sekarang (distrik Chiyoda, Tokyo) mulai ditempati YKK sejak bulan Juni 1963. Setelah itu, YKK mendirikan pabrik di Prefektur Kagawa, Shikoku (April 1972), pabrik di Prefektur Miyagi, Tohoku (Juni 1974), dan pabrik di Prefektur Kumamoto, Kyushu (Februari 1975). Pada bulan Desember 1984, YKK memulai bisnis real estat di Singapura, dan diikuti bisnis produk pertanian di Brazil (Januari 1985). Sejak bulan September 1986, YKK mendirikan pabrik terpadu pertamanya di Indonesia, dan mulai memproduksi produk bahan bangunan dari aluminum.
Pada bulan Agustus 1994, Yoshida Kogyo Kabushikigaisha berganti nama menjadi YKK Corporation. Selanjutnya pada bulan Oktober 2003, Grup Manufaktur Produk Bangunan digabung dengan YKK AP.

Nhah sekarang anda tau apa sebenarnya tulisan YKK pada resleting :)
semoga bermanfaat :)

Selengkapnya »

Marsinah, potret seorang pahlawan buruh

Mumpung masih bulan Mei, dan kebetulan pada tanggal 1 Mei kemarin diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal MayDay. Berkenaan dengan itu maka berikut ini saya tuliskan kembali kisah dari seorang buruh pabrik yang terkenal karena memperjuangkan hak-hak nya. Ya, tentu anda semua pernah mendengar nama "MARSINAH". Dan itu ibarat legenda di masyarakat, meskipun itu adalah kisah nyata karena sampai sekarang pun tidak pernah terungkap siapa yang membunuh marsinah, dan begitulah kenyataanya, di negeri ini, hukum tidak pernah berbuat ADIL, hukum hanyalah alat dari sebuah kekuasaan. Dan berikut kisah lengkapnya:

Marsinah (lahir 10 April 1969 – meninggal 8 Mei 1993 pada umur 24 tahun) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian
ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan,, Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah asal Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, bukanlah buruh yang aktif di serikat pekerja. Kondisi yang serba terbatas membuatnya harus mencari kerja sampingan. Di kontrakannya di daerah Siring, Porong, Sidoarjo, Marsinah terkadang menerima order menjahit. Kadang juga berjualan untuk menutup kebutuhan. Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama. Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
Latar Belakang Kasus

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250!

Kondisi perburuhan yang kurang memenuhi rasa keadilan tidak hanya terjadi di era reformasi ini. Di era rezim Orde Baru, upah tidak layak dan terbelenggunya mereka akibat serikat pekerja bentukan pemerintah, menjadi jurang ketidakadilan ketika itu. Hal yang wajar pemogokan kerap terjadi. Dan tentara selalu ikut campur tangan menghadapi pemogokan buruh, termasuk di PT Citra Putra Surya, perusahaan arloji di Sidoarjo, Jawa Timur, tempat Marsinah bekerja.

Kondisi itu tidak menyurutkan buruh PT CPS untuk menuntut hak, pada 3 dan 4 Mei 1993. Upah minimum regional (UMR) yang mereka terima jauh dari upah minimum yang telah ditentukan. Mereka hanya mendapatkan Rp 1.700 per hari, sementara upah minimum yang seharusnya diberikan perusahaan Rp 2.250. "Tuntutan kami berikutnya adalah bubarkan SPSI, tapi Depnaker langsung berdiri dan menyatakan, ‘ini ciri-ciri dari PKI’. Alasannya, SPSI itu bentukan pemerintah dan legal. Kalau melawan langsung dinyatakan PKI. Kami sangat ketakutan kalau di cap sampai sejauh itu," kata Klowor, pemimpin aksi ketika itu, pada peringatan malam kebudayaan “Marsinah Menggugat” di pelataran kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Akibat desakan para buruh, manajemen PT CPS pun menyatakan akan memenuhi tuntutan buruh, meski belum secara tertulis. Tiba-tiba pada 5 Mei beberapa buruh yang ikut pemogokan dipanggil untuk rapat dengan perusahaan dengan disaksikan Depnaker, di sebuah tempat yang mungkin tidak masuk akal. Karena tidak masuk akal itulah yang membuat Marsinah secara spontan mendatangi tempat perundingan ulang tersebut: Markas Komando Distrik Militer Sidoarjo.

Marsinah merasa terkejut. Mengapa harus ada perundingan ulang di Kodim Sidoarjo? Dia juga terkejut terkait alotnya perundingan dan ancaman PHK terhadap temannya. Padahal, sebelumnya perusahaan menyepakati akan mengabulkan tuntutan buruh.


Sendirian, tanpa teman, Marsinah mendatangi Makodim Sidoarjo. Usai pulang kerja shift pertama, sekitar magrib, dia datang dengan ojek. Sejak itulah Marsinah lenyap. Dan masyarakat dikagetkan setelah ditemukan mayat perempuan pada 9 Mei 1993. Melalui sebuah robekan resi wesel diketahui mayat itu Marsinah. Buruh pabrik arloji itu menemui kematian ketika berusaha menanyakan keberadaan temannya. Seorang buruh yang menuntut kekurangan Rp 550 dari upah minimum regional, sesuai surat edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992.
Sebelum diketemukan mayatnya tanggal 9 Mei 2002 di Dusun Jegong Kec. Wilangan Nganjuk, Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa tersebut. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain; terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo, Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Namun mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 2002.

Penemuan mayat Marsinah, telah menimbulkan tanda tanya besar apakah kematiannya terkait dengan unjuk rasa di PT. CPS atau sekedar pembunuhan biasa. Oleh karenanya, pada tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Dalam persidangan sampai dengan tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa"

Keterlibatan pihak Kodim Sidoarjo dalam penanganan unjuk rasa di PT. CPS dirasakan telah melampau wewenang sebagai aparat teritorial sehingga menyulut berkembangnya berbagai issue yang langsung ataupun tidak langsung telah menimbulkan sorotan masyarakat bahwa "ada keterkaitan aparat teritorial dam kasus pembunuhan Marsinah".

Kasus Pembunuhan Marsinah sampai saat ini belum pernah tuntas penyelidikannya, pelakunya masih bebas berkeliaran menghirup udara segar tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukuman terhadap pelakunya memang tidak mungkin menghidupkan kembali Marsinah, tetapi dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hukum.

Alibi Pemerkosaan

Pengadilan “sesat” berlangsung di Pengadilan Negeri Sidoarjo, karena yang terungkap di pengadilan adalah Marsinah tewas karena diperkosa. Secara forensik tidak ditemukan sama sekali bukti yang menunjukkan adanya kerusakan yang mengarah pada pemerkosaan. Namun, skenario “yang maha berkuasa” ketika itu mengatakan Marsinah diperkosa. "Ada orang yang direkayasa untuk melakukan pembunuhan terhadap Marsinah," kata Hari Widodo, mantan koordinator Tim Pencari Fakta Kasus Marsinah, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Sementara fakta forensik dari RSUD Nganjuk menyatakan tidak ada tanda-tanda Marsinah diperkosa. Tulang panggul hancur total yang tidak disebabkan benda keras. Ketika persidangan kasus Mutiari, Direktur Personalia PT CPS, dimulai di Pengadilan Negeri Sidoarjo, jasad Marsinah kembali diangkat dan diautopsi untuk kedua kalinya. Hasilnya, ditemukan tulang panggul dan leher hancur. "Fakta semacam ini tidak pernah diungkap di pengadilan. Kita bisa mengambil kesimpulan sendiri. Bagaimana mungkin tubuh manusia yang tidak ditemukan luka, tapi hancur di bagian dalamnya? Kita bisa simpulkan bagaimana Marsinah dibunuh," ujar Hari.

Pengadilan tingkat pertama, 7 orang manajemen PT CPS dinyatakan bersalah. Di tingkat banding keputusan diperkuat dan di tingkat kasasi dinyatakan tidak bersalah. Dengan selesainya pengadilan ini, kasus pembunuhan Marsinah tetap menjadi gelap. "Yang jelas, Marsinah tidak pernah diperkosa. Tapi, Marsinah dibunuh dengan menggunakan alibi pemerkosaan. Dan itu secara sadar, digunakan oleh pembunuhnya," kata Hari.

Bukti dan saksi menunjukkan ada perundingan di Markas Kodim V Brawijaya Sidoarjo. Keterkaitannya dengan tentara kelihatan dari awal. Karena hal ini pula, desakan penuntasan kasus ini terus membesar ketika itu. "Kasus ini tidak hanya menjadi urusan di tingkat lokal, karena ketika masa rezim Soeharto peran badan intelijen ABRI sangat menentukan. Ini skenario sampai mereka bisa merekayasa pengadilan, tidak hanya menjadi urusan Jawa Timur, tapi juga menjadi urusan Jakarta pada saat itu," kata Heri.

Sejak era presiden Soeharto, Abdurrahman Wahid, hingga Megawati Soekarnoputri, kematian Marsinah coba diangkat lagi ke permukaan, tapi kejelasan itu tetap nihil. Hukum di negeri yang demokratis ini seakan juga terkubur dengan jasad Marsinah. Skenario besar untuk membunuh Marsinah masih tertutup rapat. Hilangnya para petinggi PT CPS selama satu bulan sebelum ditemukan di Polda Jawa Timur juga belum terungkap dengan pasti. Fenomena hukum dan keadilan yang nyaris terhukum.Sistem hukum yang selalu menempatkan keadilan buruh pada strata terendah.

semoga bermanfaat :)

dari berbagai sumber
Selengkapnya »